SPINDO Tolak Swastanisasi Pengelolaan Terminal
JAKARTA, NM ONLINE - Dinas Perhubungan DKI Jakarta
diminta membatalkan rencana penyerahan pengelolaan terminal kepada pihak
ketiga. Pasalnya, pengelolaan terminal ke pihak ketiga atau swasta akan
menimbulkan masalah-masalah baru seperti tumpang-tindih peraturan dan
kewenangan yang mengarah ke kesemerautan di terminal.
"Rencana melibatkan pihak ketiga di terminal bus harus segera
dibatalkan," kata bagian Advokasi dan bantuan hukum Serikat Pekerja Sektor
Informal (SPINDO) yang juga Ketua Spindo Jakarta Barat, Mangontang Silitonga di
Jakarta (Kamis, 12/6/2014).
Menurut dia, tumpang tindih aturan dan kewenangan itu biasanya berujung kepada adanya pungutan-pungutan tambahan yang akan membebani para pekerja sektor informal seperti pedagang, pengelola bus dan lainnya.
"Jika terminal dikelola swasta, dapat dipastikan akan timbul pungutan-pungutan baru diterminal ataupun berbagai modus pungli. Pungutan tersebut pastinya akan sangat membebani pekerja sektor informal," terangnya.
Dijelaskannya, swastanisasi terminal dengan menyerahkan pengelolaan terminal, kebersihan, perawatan gedung, listrik, keamanan dan lainnya ke swasta dengan tujuan agar lebih profesional merupakan rencana yang tidak masuk akal dengan tujuan menciptakan pungli baru.
"Sebab, dengan swastanisasi terminal sama artinya Dinas Perhubungan DKI Jakarta ingin menjadi raja-raja kecil disetiap terminal untuk menutupi ketikdakmampuannya mengelola terminal," kata Mangontang.
Terkait dengan berubah fungsi terminal dalam kota menjadi antar kota seperti di Terminal Rawamangun, Mangontang menyebutkan, hal itu terjadi karena tidak tegasnya petugas dalam mengatur pengelolaan terminal.
"Timbulnya ketidaktegasan itu biasanya karena adanya konspirasi (kongkalikong) antara pengelola bus dengan oknum-oknum petugas," pungkasnya.
Menurut dia, tumpang tindih aturan dan kewenangan itu biasanya berujung kepada adanya pungutan-pungutan tambahan yang akan membebani para pekerja sektor informal seperti pedagang, pengelola bus dan lainnya.
"Jika terminal dikelola swasta, dapat dipastikan akan timbul pungutan-pungutan baru diterminal ataupun berbagai modus pungli. Pungutan tersebut pastinya akan sangat membebani pekerja sektor informal," terangnya.
Dijelaskannya, swastanisasi terminal dengan menyerahkan pengelolaan terminal, kebersihan, perawatan gedung, listrik, keamanan dan lainnya ke swasta dengan tujuan agar lebih profesional merupakan rencana yang tidak masuk akal dengan tujuan menciptakan pungli baru.
"Sebab, dengan swastanisasi terminal sama artinya Dinas Perhubungan DKI Jakarta ingin menjadi raja-raja kecil disetiap terminal untuk menutupi ketikdakmampuannya mengelola terminal," kata Mangontang.
Terkait dengan berubah fungsi terminal dalam kota menjadi antar kota seperti di Terminal Rawamangun, Mangontang menyebutkan, hal itu terjadi karena tidak tegasnya petugas dalam mengatur pengelolaan terminal.
"Timbulnya ketidaktegasan itu biasanya karena adanya konspirasi (kongkalikong) antara pengelola bus dengan oknum-oknum petugas," pungkasnya.
Untuk meningkatkan pengelolaan
terminal agar lebih profesional, Mangontang menyarankan agar petugas Dinas
Perhubungan DKI Jakarta, mengedepanakn peningkatan pelayanan kepada masyarakat
dan menghilangkan budaya-budaya pungli yang masih terjadi di terminal. (Johnny kuron)
