Dinilai Banyak Kejanggalan, Ahli Waris Desak Hukum Tua Kawangkoan Transparan Dalam Pelaksanaan Relokasi Pekuburan Umum Berbandrol 1,9 M
MINAHASA UTARA,
NEWS METRO - Proses pelaksanaan relokasi pekuburan umum di Desa Kawangkoan
Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara menuai
kecaman dari berbagai lapisan masyarakat termasuk di dalamnya para ahli
waris.
Relokasi pekuburan yang dilaksanakan terkait pembebasan lahan untuk
proyek pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung yang sementara dibangun itu dinilai
tidak memenuhi rasa keadilan karena tidak adanya transparansi dari pemerintah
desa selaku pelaksana kegiatan sekaligus kuasa pengguna anggaran. Proses
eksekusi relokasi pekuburan umum itupun diduga tebang pilih dan tidak sesuai
dengan biaya relokasi yang sudah disepakati sebelumnya oleh para ahli waris
dengan panitia pembebasan tanah melalui pemerintah desa.
Para ahli waris
mengatakan bahwa sebenarnya rencana relokasi pekuburan umum itu sudah
didengungkan sejak lama, bahkan tahap pendataan para ahli waris sudah dilakukan
sejak tahun 2013 lalu hingga dalam prosesnya kemudian mereka mendapat informasi
besaran ganti rugi yang akan diterima oleh setiap ahli waris menurut taksiran
dari Tim Penilai Panitia Pengadaan Tanah untuk Pekerjaan Pembangunan Jalan Tol
Manado-Bitung, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penomoran kubur sebagai
objek ganti rugi. Namun anehnya, realisasi ganti rugi tidak sesuai dengan nilai
yang telah diumumkan sebelumnya oleh pemerintah desa.
Max Angkouw,
salah seorang ahli waris yang ditemui di lokasi penggalian pekuburan umum di
Desa Kawangkoan pada Senin 19/02/2018 mengatakan bahwa dirinya dan kedua
rekannya mewakili sejumlah ahli waris lainnya pernah menyampaikan beberapa hal
terkait pelaksanaan relokasi pekuburan umum tersebut pada Jumat 2/2/2018 lalu
kepada Camat Kalawat Herman Mengko, SIP namun tidak mendapat tanggapan. Adapun
persoalan yang ingin disampaikan oleh Angkow dan sejumlah ahli waris lainnya
saat itu adalah tentang realisasi nilai ganti rugi yang tidak sesuai dengan
kesepakatan awal. Sayangnya, saat itu Camat Kalawat tidak bersedia menemui para
ahli waris dan hanya ditemui oleh Sekretaris Kecamatan Agustin Kodoati, SE yang saat itu berjanji akan menyampaikan aspirasi
dari pada ahli waris itu kepada Camat Kalawat namun hingga saat ini tidak
pernah ada kejelasan.
Lebih lanjut
Angkouw mengatakan bahwa pada prinsipnya, dirinya dan ahli waris lainnya sangat
mendukung program pemerintah apalagi relokasi pekuburan umum ini dimaksudkan
untuk membangun jalan tol yang notabene adalah fasilitas umum. “kami para ahli
waris mendukung penuh pelaksanaan pembangunan jalan tol ini, bahkan jika tidak
dibayar sepeser pun oleh pemerintah kami terima asalkan pelaksanaannya
benar-benar sesuai dengan aturan dan mengedepankan prinsip transparansi. Kami
pun menuntut perlakuan yang layak terhadap jenazah leluhur kami, bukan
perlakuan yang seenaknya” ujarnya kesal.
“Oleh karena
perlakuan yang tidak layak terhadap jasad keluarga kami inilah hingga keluarga
kami memutuskan untuk mengurus sendiri jasad keluarga kami dan sepakat untuk
tidak menggunakan lahan pekuburan baru yang disediakan oleh pemerintah desa dan
memindahkannya ke Pekuburan Katolik Aeterna. Dengan menanggung sendiri semua
biaya relokasi seperti peti mati, ambulans dan kubur yang baru. Keluarga kami
mengeluarkan biaya total Rp 52.000.000,- untuk 4 kubur” imbuh salah seorang
ahli waris sambil menunjukkan foto kubur baru di Aeterna lengkap beserta
kwitansi pembayarannya.
Angkouw dan
sejumlah ahli waris lainnya pun mengatakan bahwa ada indikasi tebang pilih
dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada para ahli waris. Angkow
mencontohkan bahwa dirinya pada hari pertama hanya menerima pembayaran ganti
rugi kuburan orangtuanya sebesar Rp 100.000,- namun setelah dirinya melayangkan
protes, akhirnya dirinya mendapatkan penambahan sebesar Rp 1.160.000,- dari
pemerintah desa. Demikian juga ketika dirinya menolak untuk menggunakan peti
mati yang disediakan oleh panitia pelaksana relokasi pekuburan umum yang
bahannya terbuat dari triplex untuk memuat jasad orangtuanya, yang kemudian
diganti dengan peti mati kaca berbahan dasar papan yang lebih layak dan kuat.
“saat itu saya menolak menerima uang ganti rugi sebesar Rp 100.000,- dan tidak
mengijinkan jasad orangtua saya dimuat dalam peti berbahan triplex yang
disiapkan oleh panitia, lalu saya mendapatkan penambahan sebesar Rp 1.160.000,-
dan peti mati yang tadinya berbahan tripleks diganti dengan peti mati yang
lebih layak berbahan dasar papan dan menggunakan kaca. Saat itu saya dipesan
untuk tidak mengatakan hal ini kepada orang lain” urainya lugas. Hal serupa
terjadi pada sejumlah ahli waris lain dimana mereka memperoleh penambahan uang
ganti rugi pada saat mereka menolak menerima pembayaran ganti rugi yang
jumlahnya dinilai tidak sesuai dengan anggaran yang telah disepakati
sebelumnya. Penambahan uang ganti rugi dan penggantian peti mati itu pun
menimbulkan kecurigaan dari sejumlah ahli waris. “masa’ kita harus
ngamuk-ngamuk dulu baru mendapatkan penambahan?” ujar salah seorang ahli waris
yang dibenarkan oleh ahli waris lainnya.
Sementara ada
beberapa bangunan kubur yang secara fisik tidak lebih besar dari bangunan kubur
yang lain, mendapat ganti rugi yang lebih besar karena diduga ahli warisnya
adalah perangkat desa atau masuk dalam kepanitian relokasi pekuburan umum yang
dibentuk oleh Pemerintah Desa Kawangkoan.
Pengadaan peti
mati oleh panitia pelaksana relokasi kubur yang terbuat dari bahan triplex pun
dinilai tidak layak oleh para ahli waris. “informasi yang kami peroleh bahwa
untuk pengadaan peti mati ini dianggarkan sebesar Rp 750.000,-/kubur, sedangkan
harga peti mati berbahan dasar triplex yang disediakan oleh panitia itu bernilai
tidak lebih dari Rp 350.000,-. Lalu kemana sisa uangnya? Mengapa tidak
dibelikan peti mati yang lebih layak sesuai anggaran yang diberikan?” ujar
sejumlah ahli waris penuh tanya.
Para ahli waris
pun mempersoalkan tata cara relokasi kubur yang dinilai sangat melukai perasaan
mereka sebagai ahli waris, dimana jasad keluarga mereka tidak diperlakukan
secara tidak semestinya. Beberapa ahli waris menyampaikan beberapa contoh
perlakuan yang tidak layak seperti yang terjadi pada jasad mantan Hukum Tua
Desa Kawangkoan, dimana jasad yang saat itu masih utuh harus dimasukkan “secara
paksa” dengan cara dilipat ke kedalam peti mati yang disediakan oleh panitia
yang ukurannya tidak sesuai atau lebih kecil dari ukuran jasad, hingga
menimbulkan reaksi keras dari sejumlah ahli waris yang saat itu menyaksikan
kejadian tersebut.
Beberapa
kejanggalan lain yang disampaikan oleh para ahli waris adalah mengenai
transportasi yang digunakan untuk mengangkut peti mati dari lokasi kubur yang
lama ke lokasi kubur yang baru. Menurut para ahli waris, panitia pelaksana
menggunakan mobil ambulans sebagai transportasi dalam pekerjaan relokasi kubur
hanya pada hari pertama, dan selanjutnya menggunakan mobil pick up pada hari
kedua hingga proses pelaksanaan relokasi kubur selesai. Padahal masih menurut
keterangan beberapa ahli waris bahwa anggaran transportasi yang ditetapkan oleh
panitia sebesar Rp 500.000,-/kubur. “dilihat dari besaran anggaran yang
ditetapkan, sebetulnya panitia bisa menggunakan mobil ambulans untuk semua
kubur, tapi mengapa hanya pada hari pertama saja digunakan ambulans dan
selanjutnya menggunakan mobil pick up? Itupun, bukan diangkut satu persatu,
melainkan dimuat 3-4 peti mati sekali angkut. Jangan-jangan penggunaan mobil
ambulans itu hanya sebagai pelengkap dokumentasi untuk laporan
pertanggungjawaban hasil kegiatan saja, bahwa benar panitia menggunakan mobil
ambulans sebagai transportasi padahal kenyataannya hanya menggunakan mobil pick
up?” ketus salah seorang ahli waris yang enggan menyebutkan namanya.
Kehadiran
tenaga kesehatan pun menjadi salah satu hal yang dipersoalkan oleh para ahli
waris, dimana kehadiran tenaga kesehatan dalam proses relokasi kubur hanya ada
pada hari pertama saja, dan untuk selanjutnya proses pengangkatan jasad hanya
dikerjakan oleh panitia relokasi kubur dan ahli waris sendiri. Padahal menurut
ahli waris, biaya untuk tenaga kesehatan yang ditetapkan oleh panitia sebesar
Rp 500.000,-/kubur.
Kejanggalan
lain yang terjadi saat pembayaran ganti rugi di Desa Kawangkoan ini adalah
adanya beberapa ahli waris yang digabungkan dalam satu bukti pembayaran,
padahal ahli wari tersebut mengajukan dokumen terpisah saat prose pendataan
ahli waris karena memang objek kubur dimaksud berbeda. “mengapa bukti
pembayaran ganti rugi kubur orangtua saya disatukan dengan milik Oma saya yang
ahli warisnya adalah tante saya? Padahal saya mengajukan dokumen usulan
terpisah saat pendataan? Apakah supaya
terkesan nilai ganti ruginya besar?”
ketus seorang ahli waris.
Sejumlah ahli
waris pun mempertanyakan perbedaan perlakuan pada proses pelaksanaan relokasi
pekuburan antara Desa Kawangkoan dan Desa Kawangkoan Baru, dimana para ahli
waris di Desa Kawangkoan Baru menerima yang ganti rugi yang sama nilainya
dengan nilai yang dikeluarkan oleh Tim Penilai BPN tanpa ada pengurangan sepeserpun.
Pembayaran ganti rugi pun disertai dengan bukti pembayaran lengkap dengan
perincian biaya yang sesuai dengan rincian dari PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen) Lahan BPJN.
“Kami meminta
dengan sangat kepada pihak terkait dalam hal ini Hukum Tua Desa Kawangkoan
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Panitia Pelaksana Relokasi Kubur agar dapat
memberikan rincian pembayaran ganti rugi yang sebenarnya kepada para ahli
waris. Andaikan pun nilai fisik kuburnya nihil, berikan detailnya. Jika ada
perubahan mengapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Jadi sekali lagi kami
sangat mengharapkan adanya keterbukaan dari pemerintah desa. Jangan ada dusta
diantara kita” ketus para ahli waris yang berencana untuk melaporkan adanya
indikasi kecurangan terkait pelaksanaan relokasi kubur ini ke pihak berwenang.
Menanggapi
berbagai keluhan para ahli waris tersebut, Hukum Tua Desa Kawangkoan Paulus
Kodong, ketika ditemui di kantornya pada Senin 19/2/2018 mengakui bahwa
memang pembayaran uang ganti rugi kubur kepada ahli waris di desanya tidak lagi
sama nilainya dengan jumlah yang diumumkan oleh panitia sebelumnya. Kodong
mengungkapkan beberapa alasan yang menyebabkan turunnya nilai ganti rugi kubur,
diantaranya ada perubahan harga dari Tim Penilai BPN. “ahli waris hanya
mengetahui dan mengigat nilai ganti rugi yang diumumkan sebelumnya. Mereka
tidak mengetahui bahwa ada perubahan penilaian harga fisik kubur dari Tim
Penilai BPN. Jadi yang awalnya sekian, turun menjadi sekian bahkan ada beberapa
kubur yang dinilai nihil atau tidak ada harga sama sekali. Dan hal ini sudah
kami sosialisasikan kepada para ahli waris melalui panitia pelaksana”. Kodong
menambahkan bahwa alasan lain terjadinya pengurangan harga fisik bangunan
adalah adanya perbedaan jumlah kubur yang didata dengan kondisi real pada saat
pelaksanaan relokasi. “terdapat perbedaan jumlah kubur yang didata dengan
jumlah kubur yang harus direlokasi. Jadi, awalnya kubur yang didata itu
sebanyak 546 kubur, kemudian bertambah menjadi 600-an kubur. Sementara tidak
ada penambahan anggaran lagi untuk pekerjaan relokasi kubur ini. Belum lagi
biaya operasional yang tidak diposkan dalam anggaran tersebut, hingga kami
bersama panitia pelaksana terpaksa mengambil beberapa kebijakan agar
pelaksanaan relokasi kubur ini berjalan sebagaimana mestinya” urai Kodong yang
diaminkan oleh Bhayangkara Ketua Panitia Pelaksana Relokasi Kubur yang saat itu
mendampinginya.
Ditanya soal
sumber dan besar anggaran untuk pekerjaan relokasi kubur ini, Ketua Panitia
Pelaksana Relokasi Kubur Bhayangkara menjelaskan bahwa sumber anggaran pekerjaan
relokasi kubur di Desa Kawangkoan ini adalah BPJN dengan nilai proyek
berbandrol 1,9 M yang mencakup biaya fisik dan non fisik, dengan waktu 14 hari
kerja terhitung sejak 2 Februari 2018, namun pada pelaksanaannya mengalami
ketambahan 1 hari kerja hingga total waktu pelaksanaan relokasi kubur menjadi
15 hari kerja.
Terkait
permintaan sejumlah ahli waris yang menuntut agar pemerintah desa dan panitia
pelaksana transparan dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi, Bhayangkara
mengatakan bahwa yang menjadi hak ahli waris itu sebenarnya hanyalah nilai
fisik bangunan saja. Sementara nilai non fisik itu adalah wewenang panitia
pelaksana. Jadi tidak ada keharusan bagi pihaknya untuk memberikan rincian
anggaran keseluruhan kepada para ahli waris.
Menanggapi
jawaban dari pemerintah desa dan ketua panitia pelaksana relokasi kubur ini,
sejumlah ahli waris pun berang. “Lalu mengapa pelaksanaan pembayaran ganti rugi
relokasi kubur di Desa Kawangkoan Baru bisa demikian transparan dan berjalan
baik tanpa ada yang ditutup-tutupi? Ada apa ini sebenarnya?” ujar sejumlah ahli
waris dengan nada gusar.
Terpisah,
Poltje selaku PPK Lahan ketika dihubungi via ponsel pada Kamis 22/2/2018 menegaskan
bahwa tidak ada perubahan anggaran untuk relokasi kubur terkait pekerjaan
pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung. Anggaran yang dikucurkan sudah sesuai
dengan besar anggaran yang ditentukan oleh Tim Penilai BPN. “Tidak ada
perubahan” ujarnya.
Ditanya soal
polemik yang terjadi terkait pelaksanaan relokasi kubur di Desa Kawangkoan,
Poltje mengatakan bahwa pihaknya tidak masuk sampai ke ranah itu. “Itu wewenang
Hukum Tua selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Target kami adalah lahan bebas agar
pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung bisa segera dilaksanakan. Soal teknis
relokasi kubur bukan tanggungjawab kami” ujarnya.
Disinggung soal
rincian anggaran relokasi kubur yang menjadi tuntutan para ahli waris, Poltje
yang awalnya berjanji akan memberikan dokumen tersebut, mendadak meminta
wartawan News Metro untuk meminta ijin pihak terkait dalam hal ini Ketua
Panitia Pengadaan Lahan dari BPN, Syamsudin Kono. Hingga berita ini diturunkan, belum ada
klarifikasi dari Syamsudin Kono yang dihubungi via ponselnya yang aktif namun
tidak diangkat.
Terpisah, Benhard
Kaporoh salah seorang ahli waris mengaku pernah menyampaikan langsung persoalan
terkait kejanggalan pelaksanaan relokasi kubur di Desa Kawangkoan kepada Gubernur
Sulut Olly Dondokambey pada Sabtu 3/2/2018 di kediaman pribadinya di Desa
Kolongan. Masih menurut Benhard, saat itu juga Gubernur Sulut langsung
memerintahkan Ketua DPRD Kabupaten Minahasa Utara Berty Kapoyos yang saat itu
hadir agar segera menghubungi Hukum Tua Desa Kawangkoan Paulus Kodong untuk
segera membagikan rincian pembayaran ganti rugi relokasi kubur kepada semua
ahli waris. Namun hingga saat ini tidak ada realisasinya. Rincian pembayaran
ganti rugi seolah menjadi sesuatu yang sangat dirahasiakan, hingga menimbulkan
berbagai kecurigaan dan asumsi negatif terhadap pelaksana relokasi kubur. (Yolanda
Rachmat)





0 Response to "Dinilai Banyak Kejanggalan, Ahli Waris Desak Hukum Tua Kawangkoan Transparan Dalam Pelaksanaan Relokasi Pekuburan Umum Berbandrol 1,9 M "
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.