Gn.Kendeng Berbasis Kearifan Lokal Melalui Makna Simbolis Ekologi Lingkungan Berkelanjutan
PATI, NEWSMETRO.CO - Kearifan
lokal merupakan
bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak
dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya
diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita
dari mulut ke mulut. Kearifan lokal sebagai
suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui
kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman dan
keyakinan terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.
Pengertiannya
secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan
manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan
perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal merupakan unsur bagian dari
tradisi-budaya masyarakat, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan
pada tatanan fisik dan kawasan dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa.
Dari penjelasan yang dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah
penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik.
Hal
terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada
artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan
tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai
tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam
berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara
menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini
dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung,
yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup dan
diwujudkannya sebagai tradisi.
Selain itu, selama berabad-abad (Gn.Kendeng) dalam segi pandanng masyarakat
memiliki latar belakang yang
kuat ditambah budaya vertikal yang kental, yang tidak pernah luntur walaupun banyak
incaran dari investor merubah hijaunya lingkungan untuk di sulap menjadi ruang
industri. Sehingga untuk tahap awalnya, melalui pendekatan ini akan lebih
sesuai dibandingkan dengan sosialiasi melalui sudut pandang ekologi. Bahkan sebagian masyakarat sendiri belum
tentu sadar dan mengerti apa itu ekologi dan seberapa besar manfaat
keberlanjutan ekologi bagi kehidupan manusia. Pada saatnya nanti, ketika
masyarakat sudah terbudaya secara aktif menghijaukan lingkungannya berdasarkan
konsep atau filosofi simbolisme tanaman dan budaya cagar alamnya akan merasakan
manfaatnya secara ekologi. Maka dengan
sendirinya mereka akan sadar tentang seberapa pentingnya peran ekologi untuk
kelangsungan kehidupan manusia.
Ruang-ruang yang didesain menggunakan konsep asli warisan nenek moyang,
berdasarkan aspek dan
falsafah hidup serta kearifan lokal yang berupa konsep
makna-makna simbolis cagar budaya dan lingkungan kiranya akan lebih
sesuai mengingat juga adanya latar belakang yang
kuat selama berabad-abad. Jadikanlah ruang-ruang publik sebagai guru yang
efektif untuk mengajari masyarakat membangun ruang-ruang mikro di sekelilingnya
agar bernilai ekologi demi kelangsungan kualitas lingkungan hidup yang sehat.
Kontribusi dalam
bidang arsitektur dalam metode visual skill atau melihat
dari fenomena nyata ,adalah mampu membangun budaya arsitektur di tanah
air supaya lebih peduli dan adil terhadap masyarakat manusia dan alam. Konsepsi
sementara kearifan lokal adalah proses menemu-kenali potensi dan sifat-sifat
alam untuk keberlanjutan tradisi manusia khususnya dalam berarsitektur. Melalui
dengan pendekatan antropologis, membaca fenomenalah sebagai alat pengungkap
kearifan lokal.
Salah satu
dengan penelusuran yang dirilis News Metro baru tahu jika Pegunungan Karst
Kendeng Pati Jawa Tengah kaya akan fauna langka. Bahkan, Kawasan tersebut
menjadi lintasan tempat istirahat para leluhur yang bersemayam dan jumlahnya
menakjubkan. Dan di kawasan tersebut terdapat beragam fauna yang selayaknya
dilindungi, harapanya temuan yang disuguhkan dalam berita ini dapat menggugah
masyarakat, pemerintah, dan stakeholder terkait dalam membuat keputusan.
Kawasan tersebut patut dijaga untuk keberlangsungan hidup manusia,"harap
masyarakat.
Seperti halnya
sebuah rilisan situs cagar budaya yang terlintas di kawasan Gn.Kendeng menjadi
simbol kearifan lokal yang harus di hormati, diantaranya adalah :
1. Makam Sunan Prawoto,
yang terletak di Desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten
Pati. Sunan Prawoto adalah raja keempat Kasultanan
Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama aslinya ialah Raden Bagus
Mukmin. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama dari pada ahli politik.
Kabupaten Pati seperti ''terlupakan'' setiap kali masyarakat muslim melakukan rangkaian wisata spiritual ke
makam-makam Walisongo yang ada di Demak, Kudus, dan Tuban. Padahal, di
kabupaten ini banyak terdapat makam waliyullah yang mempunyai keterkaitan erat
dengan Walisongo. Selain itu, banyak pula objek wisata spiritual yang tidak terkait
dengan Walisongo, tetapi sangat potensial untuk dikembangkan.
2.
Prabu Anglingdarma, adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap
sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah
kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga
disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata . Prabu Anglingdarma konon merupakan keturunan ketujuh dari Arjuna, seorang
tokoh utama dalam kisah Mahabharata. Hal ini dapat dimaklumi karena menurut
tradisi Jawa, kisah Mahabharata dianggap benar-benar terjadi di Pulau Jawa.
Petilasan Prabu Anglingdarma tersebut terletak di Desa Mlawat, Kecamatan
Sukolilo Pati.
3.
Ki Ageng Giring adalah terkenal sebagai seorang petani pertapa sekaligus penyadab nira
kelapa yang hidup di tengah pegunungan selatan. Di masa pemerintahan Kerajaan
Pajang Ki Ageng Giring adalah sahabat dari Ki Ageng Pemanahan. Menurut Ngabehi
Surakso Fajarudin yang menjabat juru kunci makam Giring, disebutkan bahwa Ki
Ageng Giring adalah salah seorang keturunan Brawijaya IV dari Retna Mundri,
yang hidup pada abad XVI. Dari perkawinannya dengan Nyi Talang Warih melahirkan
dua orang anak, yaitu Rara Lembayung dan Ki Ageng Wanakusuma yang nantinya
menjadi Ki Ageng Giring IV. Petilasan Ki Ageng Giring tersebut terletak di Desa
Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo. Jarak dari kota Pati kira-kira 20 Km kearah
selatan menuju Kabupaten Grobogan.
4.
Makam Nyai Ageng Ngerang
terletak di lereng Pegunungan Kendeng desa Ngerang Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati. Nyai Ageng Ngerang adalah anak kelima Sunan Kalijogo dari
pernikahannya dengan Dewi Sarokah anak dari Sunan Gunung Jati. Jarak dari kota
Pati kira-kira 22 Km kearah selatan menuju Kabupaten Grobogan. Setiap hari
tempat ini ramai pengunjung. Setelah bertapa Raden
Said pindah ke Cirebon. Disitu beliau bertapa lagi di pinggir kali, bernama
Kalijaga. Dari sinilah sejarahnya kenapa beliau bergelar “Sunan Kalijaga”. Lama
kelamaan kemudian beliau diambil ipar oleh Sunan Gunung Jati.
5. Makam Ki Ageng Dharmoyoso Berganjing (Mbah
Hyang Dharmoyoso Surgi Breganjing) atau Empu Breganjing merupakan cikal bakal
Desa Cengkalsewu. Empu Dharmoyoso mendapatkan hadiah tanah seribu jengkal dari
Kerajaan Mataram yang akhirnya terkenal dengan sebutan Desa Cengkalsewu. Makam
Ki Ageng Dharmoyoso berada di Dukuh Dermoyo Desa Cengkalsewu Kecamatan Sukolilo
Kab. Pati sekitar 5 Km dari Makam Ki Ageng Dharmoyono Surgi ke arah barat.
Adapun Makam Mbah Hyang Dharmoyoso hingga sekarang masih banyak dikunjungi para
peziarah baik para Habaib, Ulama, Kyai, Santri, Para Pejabat dan Masyarakat
umum dari wilayah Kab Pati, Kudus, Jepara, Grobogan bahkan sampai ada yang
datang dari Pulau Kalimantan, Sumatra, dll.
6. Syeh
Jangkung atau bernama asli Saridin
adalah tokoh fenomenal yang menjadi sejarah legendaris warga Pati dari zaman ke
zaman lintas generasi. Hidup pada era Walisongo sekitar abad 15, Saridin yang
bergelar Syeh Jangkung mengisi kisah Nusantara yang mengajarkan generasi
penerus bangsa akan sebuah kejujuran, keluguan, dan kesaktian yang semestinya
digunakan untuk kebaikan, bukan untuk kejahatan. Untuk itu, wisata sejarah di
Makam Syeh Jangkung Pati menjadi destinasi wisata Pati yang ditunggu-tunggu.
Makam Saridin berada di bawah pengelolaan
Yayasan Syeh Jangkung, tepatnya di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten
Pati, Jawa Tengah,
7. Sunan
Geseng (Ki Cokrojoyo) adalah murid Sunan Kalijogo. Pada saat itu
Sunan Kalijogo syiar agama Islam di suatu daerah, beliau bertemu dengan seorang
hamba Allah yang bernama Ki Cokrojoyo,
akhirnya diajarkan Kalimat Dzikir yang dilantunkan dengan pujian.
Setelah
satu tahun Kanjeng Sunan Kalijogo teringat akan kondisi muridnya yang disuruh bertapa
lalu dicarinya dalam pencarian tempat yang digunakan bertapa telah menjadi
hutan alang-alang yang akhirnya dibakar oleh Kanjeng Sunan Kalijogo. setelah habis alang-alangnya barulah tampak Ki
Cokrojoyo masih dalam kondisi bertapa dan gosong, karena terbakarnya dengan
ilalang dan pada saat itu dibangunkannya Ki Cokrojoyo dengan ucapan salam
Kanjeng Sunan Kalijogo yang akhirnya terbangun dan langsung sungkem ( sujud )
terhadap Gurunya. Makam Sunan Geseng berada di banyak tempat karena masyarakat
di sekitar makam meyakini bahwa makam di tempat mereka merupakan makam Sunan
Geseng. Beberapa tempat yang menjadi lokasi makam Sunan Geseng antara lain,
Tuban, Kediri, Purworejo, dan lain-lain. Makam Sunan Geseng yang berada di
Kabupaten Pati terletak di wilayah Pegunungan Kendeng Utara, tepatnya di dkh.
Curug desa Kedumulyo Kecamatan Sukolilo.
.
8.
Ki Ageng
Dharmoyono (Ki Gede Miyono) ini
merupakan seorang Waliyulloh yang punya kelebihan ilmu dan kepandaian, pendiam,
kaya dan dermawan. Makam Ki Ageng Dharmoyono (Ki Gede Miyono) di Dukuh Mbulloh
Desa Kayen. Dalam syiarnya, Ki Ageng Dharmoyono Surgi di bantu oleh ketiga adik
kandung yakni: Ki Ageng Dharmoyoso Breganjing, Nyai Sumbro, dan Joko Suro (Empu
Suro). Ketiganya merupakan ahli dalam pembuatan pusaka atau gaman, mereka
benar-benar mewarisi keahlian pembuatan keris (pusaka) dari Ayahnya Empu Supo
dan juga kakeknya Empu Supo Mbungkul. Membuat pusaka (keris) dengan cara
dipijit-pijit dengan jari dan dijilati dengan lidah.
9.
Gua Wareh adalah obyek wisata berupa goa di Desa Kedumulyo,
Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Tempat wisata ini menyimpan sejarah, asal
usul, mitos, misteri dan legenda yang berkembang di masyarakat setempat.
Goa Wareh merupakan satu di antara pesona dan
keindahan pegunungan Kendeng yang membentang di sepanjang Pati wilayah selatan.
10. Gua pancur adalah merupakan
pesona wisata di desa Jimbaran Kec.Kayen, Pati yang menyimpan sejuta daya tarik
tersendiri bagi wisatawan. Meski kondisinya sekarang ini tidak terawat, tetapi
guo pancur bisa menjadi salah satu destinasi objek wisata di Pati yang paling
menyenangkan.
11. Watu Payung adalah
tempat pertapaan para ahli spiritual yang merupakan tempat pusat peradaban para
leluhur sebagai simbol kekuatan untuk melindungi kawasan Gn.Kendeng. Disamping
pesona alamnya yang indah, Watu Payung juga banyak dikunjungi oleh masyarakat
dari berbagai penjuru untuk ngalap berkah. Watu Payung terletak di desa
Gadudero Kecamatan Sukolilo bumi perkemahan di kawasan karts hutan lindung.
Saat mendengar kata pegunungan kapur, kart, kebanyakan orang akan terlintas
bayangan kering, gersang, miskin. Sejatinya, kawasan karst yang alami menyimpan
kekayaan hayati dan ekologi. Pegunungan kapur atau karst, tidak seharusnya
dipandang sebagai ladang kapital semata. "Beragam flora fauna yang selama
ini diabaikan, menunjukkan bukti adanya kekayaan tak ternilai. Sekali lagi,
bukan makna uang semata, namun kehidupan sejati yang lestari," tegas masyarakat.
Sementara itu gejolak di Kawasan Pegunungan Kendeng Utara melahirkan satu
terminologi yang mengganggu. Melalui sajian menguak peradaban pegunungan
terungkap, pihaknya ingin membangun kesadaran bersama kawasan Kendeng milik
bersama, bukan dalam rangka menguasai namun menjaga keberlangsungan kehidupan.
Konsepsi makna kearifan lokal
tersebut merupakan kondisi ideal untuk harapan kehidupan yang lebih baik. Namun
dari perspektif lain, ada yang sedikit mengaburkannya. Dalam kehidupan saat
ini, manusia telah merasa bahwa dirinya modern sehingga kebanyakan menganggap
tradisi adalah primitif dan tidak perlu dipakai. Akibatnya terdapat rantai yang
terputus antara alam tradisi artefak fisik. Kearifan lokal mengalami distorsi
makna.
Perubahan
tersebut diperparah jika seseorang menggunakan pendekatan ekonomi (materi) yang
umumnya berpikir cepat dan hubungannya dengan fisik. Kasusnya seperti seseorang
mendirikan rumah, maka dia akan merancang sesuai dengan kebutuhan (fungsional
dan efektif) dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil
maksimal termasuk kepuasan terhadap gaya saat ini. Terkadang pula tidak
menyediakan fungsi sosial terhadap tetangga. Hal ini benar-benar mengebiri
nilai kosmologis dari tradisi, dan menghilangkan identitas setempat.
Pegunungan
Kendeng Utara seakan tak pernah berhenti mengundang decak kagum banyak orang.
Makam Gedong, Pertapaan Watu Payung, Makam Syeh Jangkung merupakan beberapa
situs yang menjadi episentrum ketertarikan orang dari banyak tempat untuk
mendatangi daerah ini. Legenda-legenda zaman pewayangan, seperti makam semar
dan pertapaan Dewi Kunti di Watu Payung, berkait singgung dengan cerita-cerita
para wali seperti Syeh Jangkung dan Sunan Geseng yang juga tertanam kuat di
benak orang-orang Pati Selatan. Ternyata bukan warga yang ingin “ngalap berkah”
dengan bertapa saja yang tertarik untuk datang tetapi juga investor besar
seperti beberapa pabrik semen juga ingin “ngalap berkah” Pegunungan Kendeng
Utara dengan rencana eksploitasi besarnya. Tulisan ini ingin mengajak pembaca
untuk memaknai lebih jauh keberadaan pegunungan kapur yang terletak di
perbatasan Kabupaten Pati dengan beberapa kabupaten seperti Blora, Grobogan dan
Kudus ini.
Berawal dari
hasil peninjauan yang dilakukan oleh tim News Metro,” di Dusun Miyono (Mbuloh),
Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati Jawa Tengah; berhasil mengidentifikasikan beberapa temuan
Benda Cagar Budaya. Di antaranya struktur bata yang masih intact, arca, serta
beberapa artefak dari logam dan keramik. Kedatangan tim ke makam Ki Gede Miyono Desa Kayen mengenai tindak lanjut keberadaan
Situs Kayen. Pegunungan Kendeng di Selatannya, kondisi
lingkungan situs Kayen cukup subur dengan didukung keberadaan Sungai Sombron
yang berhulu di Pegunungan Kendeng dan bermuara di Sungai Tanjang.
Pada zaman
ini terdapat dua Pegunungan Kendheng Selatan yang disebut Pegunungan Kendheng
Tua dan Pegunungan Kendheng Utara yang disebut dengan sebutan Nusa Kendheng.
Pegunungan Kendheng Selatan merupakan rangkaian dari Pegunungan Kabuh di
Kabupaten Jombang dan membujur ke barat hingga Pegunungan Masaran Kabupaten
Sragen. Pegunungan Kendheng Selatan dulu berasal dari Pegunungan Watujago yang
terbelah akibat gempa besar yang disertai meletusnya Gunung Lawu pada 9.000
tahun yang lalu.
Kesimpulan kearifan lokal dalam
pengertian sebelumnya selalu mengalami penyempurnaan, karena bagian dari sebuah
tradisi budaya maka bersifat dinamis, oleh karena itu setiap individu dapat
memaknai kembali. Kearifan lokal merupakan sebuah proses menemu-kenali potensi
dan sifat-sifat alam untuk keberlanjutan tradisi manusia khususnya dalam
berarsitektur. Dari konsepsi itu dapat diketahui adanya hubungan timbal balik
antara alam-manusia-tradisi. Dalam peranan kehidupan modern, tradisi dianggap
primitif sehingga menyebabkan distorsi makna kearifan lokal. Maka dibutuhkan
seseorang yang mampu menyeimbangkan antara kebutuhan dan penghargaan terhadap
alam. Seseorang yang kebetulan arsitek, harus mampu melancarkan poltik budaya
agar tidak kehilangan identitas setempat. (tim news metro/pati)


0 Response to "Gn.Kendeng Berbasis Kearifan Lokal Melalui Makna Simbolis Ekologi Lingkungan Berkelanjutan"
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.